Kamis, 08 Oktober 2015

Toksikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja



DOSEN                 : H. Hamsir Ahmad, SKM.,M.Kes
MATA KULIAH     : SIKK
MAKALAH TENTANG TOKSIKOLOGI INDUSTRI DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
http://ts4.mm.bing.net/th?id=H.4615458963982199&pid=15.1

DISUSUN OLEH :
HENDRA RURU
PO.71.3.221.13.1.020
Tingkat III.A


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
PRODI DIII
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya-lah sehingga kita dapat menyelesaikan Makalah Tentang Toksikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja  ini dengan baik. Walaupun sederhana keadaannya, namun diharapkan agar  dapat memberi mamfaat bagi kita semua.
            Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang terjadi baik dalam bentuk penulisan kata-kata maupun kalimat yang kurang baku, maka dari itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaannya makalah ini. Karena kami manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.
            Demikianlah makalah yang kami yang susun ini semoga bermamfaat bagi kita semua, atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Makassar,05 Oktober 2015
Penyusun


Hendra Ruru






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAT ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A.    Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.     Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3
A.    TOKSIKOLOGI INDUSTRI............................................................................ 3
1.      Pengertian Toksikologi Industri...................................................................... 3
2.      Klasifikasi Bahan Toksikologi Industri........................................................... 2
3.      Factor yang Mempengaruhi Toksisitas............................................................ 6
4.      Dampak Toksikologi pada Tubuh manusia..................................................... 7
5.      Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Bahan Kimia...................................... 8
B.     PENYAKIT AKIBAT KERJA......................................................................... 8
1.      Pengertian Penyakit Akibat Kerja................................................................... 8
2.      Factor yang Mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja........................................ 9
3.      Tat Cara Pelaporan Penyakit Akibat Kerja..................................................... 10
4.      Diagnose Penyakit Akibat Kerja..................................................................... 12
5.      Pencegahan Penyakit Akibat Kerja................................................................. 14
6.      Pemeriksaan Penyakit Akibat Kerja................................................................ 16
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 18
A.    Kesimpulan............................................................................................................ 18
B.     Saran...................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 19





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.
Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.
Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat.
Hal itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di sektor formal sebesar 30,51 % sedangkan 69,49 % bekerja di sektor informal, dengan distribusi sebesar 41,18% bekerja di bidang pertanian, industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%; transportasi, pergudangan dan komunikasi sebesar 5,69%; konstruksi sebesar 4,42%, jasa dan keuangan 14,44%; serta pertambangan, listrik dan gas 1,3% (Berita Resmi Statistik 2009). Dari data tahun 2007 diketahui kecelakaan kerja terbanyak terjadi pada tenaga kerja konstruksi dan industri masing-masing 31,9 % dan 31,6 %.

B.     Tujuan
1.      Untuk Mengetahui tentang Toksikologi Industri
2.      Untuk Mengetahui Dampak dari Toksikologi Industri
3.      Untuk Mengetahui Tentang Penyakit Akibat Kerja

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    TOKSIKOLOGI  INDUSTRI
1.      Pengertian Toksikologi Industri
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun.
Toksikologi industri adalah cabang ilmu dalam Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempelajari efek bahaya zat kimia pada sistem biologi. Kajian tokskologi meliputi: studi quantitatif tentang efek bahaya zat kimia dan zat fisika, sifat dan aksinya racun, dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan pada manusia dan hewan. penggunaan bahan kimia ini disamping menghasilkan produk yang bermanfaat tetapi juga memberikan dampak bagi kesehatan manusia. Bahan kimia merupakan permasalahan besar bagi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Di beberapa negara, pembuangan bahan kimia memberikan konsekwensi serius bagi tenaga kerja dan masyarakat maupun lingkungan. Oleh karena itu mempelajari keberadaan bahan kimia, efek dan penanggulangannya sangat penting bagi ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Toksikologi industri membahas tentang berbagai bahan beracun yang digunakan diolah atau dihasilkan oleh industry.
Toksikologi Industri Adalah salah satu cabang ilmu toksikologi yang menaruh perhatian pada pengaruh pemajanan bahan-bahan yang dipakai dari sejak awal sebagai bahan baku, proses produksi, hasil produksi beserta penanganannya terhadap tenaga kerja yang bekerja di unit produksi tersebut.
2.      Klasifikasi Bahan Toksikologi Industri
v   Menurut sifat fisiknya klasifikasi toksisitas dikenal sabagai berikut :
a.       Gas      : Tidak berbentuk, mengisi ruangan pada suhu dan tekanan normal, tidak berbau pada konsentrasi rendah dan dapat berubah menjadi cair atau padat dengan perubahan suhu dan tekanan.
b.      Uap           : Bentuk gas dari zat yang dalam keadaan biasa berujud cair.
c.       Debu         : Partikel zat padat yang terjadi oleh karena kekuatan alami.
d.      Kabut        : Titik cairan halus di udara yang terjadi akibat kondensasi bentuk uap.
e.       Fume         : Partikel zat padat yang terjadi oleh kondensasi bentuk gas, biasanya setelah penguapan benda padat yang dipijarkan.
f.       Asap          : Partikel zat karbon yang berukuran kurang dari 0,5 mikron, sebagai akibat pembakaran tidak sempurna bahan yang mengandung karbon.
g.      Awan        : Partikel cair sebagai hasil kondensasi fase gas. Ukuran partikelnya antara 0,1 – 1 mikron.
v   Sedangkan bahan kimia di udara menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
1.      Bahan bersifat partikel : debu, awan, fume, kabut
  1. Bahan bersifat non partikel : gas, uap
Terhadap tubuh bahan-bahan kimia dapa digolongkan menjadi :
1.      Bahan partikel bersifat : Perangsang (kapas, sabun, bubuk beras), Toksik (Pb, As, Mn), Allergen (tepung sari, kapas), Fibrosis (asbes, kwarts), Menimbulkan demam (fume, Zn O), Inert (aluminium, kapas).
2.      Bahan non partikel bersifat : Asfiksan (metan, helium), Perangsang (amoniak, HCl, H2S), Racun anorganik, organic (TEL, As H3), Mudah menguap yang : berefek anesthesi (Trichloroetilen),  merusak alat dalam (C Cl4), merusak darah (Benzene), merusak saraf (Parathion)

3.      Bahan Kimia dalam Kehidupan Manusia

a.       Logam/metalloid
a)      Pb(PbCO3):Syaraf,ginjaldan darah
b)      Hg (organik&anorganik): Saraf dan ginjal
c)      Cadmium: Hati, ginjal dan darah
d)     Krom: Kanker
e)      Arsen: Iritasi kanker
f)       Phospor: Gangguan metabolism
b.      Bahan Pelarut
a)      Hidrokarbon alifatik (bensin, minyak tanah): Pusing, koma
b)      Hidrocarbon terhalogensisasi(Kloroform, CCl4): Hati dan ginjal
c)      Alkohol (etanol, methanol): Saraf pusat, leukemia, saluran pencernaan
d)     Glikol: Ginjal, hati, tumor
c.       Gas beracun
a)      spiksian sederhana (N2,argon,helium): Sesak nafas, kekurangan oksigen
b)      Aspiksian kimia asam cyanida(HCN), Asam Sulfat (H2SO4),
c)      Karbonmonoksida (CO), Notrogen Oksida (NOx): Pusing, sesak nafas, kejang, pingsan.
d.      Karsinogenik
a)      Benzene: Leukemia
b)      Asbes: Paru-paru
c)      Bensidin: Kandung kencing
d)     Krom: Paru-paru
e)      Naftilamin: Paru-paru
f)       Vinil klorida: Hati, apru=paru, syaraf pusat, darah
e.      Pestisida
a)      Organoklorin: Pusing, kejang, hilang
b)      Organophosphat: Kesadaran dan
c)      Karbamat: kematian
d)     Arsenik
3.      Pengenalan Bahaya Bahan Kimia
Survai Pendahuluan untuk mengenal/mengidentifikasi bahan kimia yang terdapat di industri dan merencakan program evaluasi risiko bahaya serta tindak lanjutnya. Suatu ceklis yang mencakup pendataan tentang : nama bahan baku dan bahan sampingan, jenis bahan yang deperkirakan beracun, identifikasi penggunaannya, sampingan, jenis bahan yang diperkirakan beracun, identifikasi penggunaannya, jumlah pekerja yang terpajan, cara pengendaliannya dan sebagainya, sangat diperlukan.
Mengenal proses produksi dengan mempelajari alur proses mulai dari tahap awal sampai akhir, sumber bahaya kimia dan keluhan kesehatan oleh pekerja serta memanfaatkan indera kita untuk mengidentifikasi lingkungan kerja, misalnya : mengenal bau yang timbul, merasa pedas di mata, rangsangan batuk dan sebagainya. Informasi dari kepala bagian produksi, supervisor atau pekerja sangat diperlukan pula.
Mempelajari MSDS (Material Safety Data Sheet) atau Lembar Data Bahan Kimia yakni suatu dokumen teknik yang memberikan informasi tentang komposisi, karakteristik, bahan fisik dan potensi bahaya kesehatan, cara penanganan dan penyimpanan bahan yang aman, tindakan pertolongan pertama dan prosedur khusus lainnya. Perlu juga catat label pada kemasan bahan kimia di tempat kerja.

4.      Faktor yang Mempengaruhi Toksisitas
Toksisitas tergantung dari berbagai factor, yakni :
a.       Sifat fisik misalnya : gas, uap, debu, fume, asap mist/kabut atau fog.
b.      Sifat kimia misalnya : jenis senyawa, besar molekul, konsentrasi dan daya larut. Contohnya, gas yang mudah larut dalam air (ammonia dan sulfur oksida) bila terhirup meskipun dengan kadar rendah akan meniritasi saluran nafas atas. Sedangkan gas tidak mudah larut dalam air (nitrogen dioksida, ozon, dan fosgen) dapat mencapai saluran nafas yang lebih dalam.
c.       Port d’entrée (cara masuk dalam tubuh).
Zat kimia masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan (per inhalasi), saluran cerna (per oral) dan kulit (per dermal). Inhalasi merupakan cara masuk yang paling sering dalam industry :
a.       Faktor individu seperti usia, jenis kelamin, ras, status gizi, kesehatan, factor genetic dan kebiasaan lain miaslnya merokok, minum-minuman keras, dan sebagainya.
b.      Hubungan Disis dan Respon.
5.      Proses Toksikologi dalam Tubuh Manusia
Cara masuk bahan beracun ke dalam tubuh sangat besar pengaruhnya terhadap kemungkinan keracunan. Di dalam tubuh, melalui proses enzimatik terjadi perubahan bentuk secara biokimia (biotransformasi) yang terjadi dalam hati. Proses demikian dapat terjadi pada ginjal, patu dan kulit.
Biotransformasi mengupayakan agar terbentuk bahan yang kurang beracun yang dikenal sebagai detoksikasi. Sebaliknya mungkin terjadi hasil yang lebih beracun dari zat asalnya misalnya pada berbagai zat penyebab terjadinya kanker.
Pengeluaran atau ekskresi proses tersebut dengan dilakukannya melalui air seni (urin) dan feses, sebagian melalui udara pernafasan dan keringat. Pada hewan percobaan diketahui adanya ekskresi melalui air susu. Rambut sering pula disebut sabagai kemungkinan proses ekskresi, meskipun air raksa atau arsen yang dijumpai pada rambut umumnya masih dalam bentuk asal.



6.      Dampak Toksikologi pada Tubuh Manusia
Tergantung dari organ target, bahan kimia bisa bersifat neurotoksik (meracuni saraf), hematotoksik (meracuni liver/hati), nefrotoksik (meracuni ginjal), hematotoksik (meracuni darah), sistemik (meracuni seluruh fungsi tubuh) dan sebagainya.
Ditinjau dari lama atau waktu timbulnya gejala, efek bahan kimia bisa terjadi secara akut atau kronik. Efek akut terjadi pada pemajanan bahan kimia dalam waktu singkat (kurang dari 2 minggu) pada kadar yang tinggi. Sedangkan efek kronik timbul setelah pemajanan berulang kali selama tiga bulan atau lebih.
Tanda atau gejala yang terjadi akibat keracunan bahan kimia bisa bervariasi dari gejala yang umum atau non spesifik dan spesifik. Untuk membedakan gejala yang spesifik ataupun spesifik diperlukan konsultasi dan komunikasi dengan dokter.

Berikut berbagai bahan kimia yang berpengaruh pada kesehatan:
a.       Asphyxian
Asphyxian ialah zat kimia yang menyebabkan asfiksia (kekurangan oksigen). Simple asphyxian mengakibatkan tubuh mengalami kekurangan oksigen karena berkurangnya tekanan parsiil oksigen dalam darah. Sedangkan pada chemical asphyxian, kekurangan oksigen terjadi karena adanya zat kimia yang mengikat hemoglobin sehingga pengangkutan oksigen ke sel jaringan oleh hemoglobin menjadi tergangggu. Contoh zat kimia penyebab asfiksia :
1)      Chemical asphyxian -Simple aspyxian
2)      Asetonitril- Asetilen
3)      Karbon monoksida-Karbon dioksida
b.      Iritan
Zat irritant akan mengakibatkan iritasi atau rangsangan atau menimbulkan inflamasi/peradangan pada mata, kulit, saluran nafas atau saluran cerna. Contoh : asam asetat,kalsium oksida, arsen, aseton, asam fosfat. Beberapa zat irritan seperti amonia, klor, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ozon dan fosgen berpengaruh pada saluran nafas dan mengakibatkan bronchitis, sabab paru atau kerusakan jaringan paru. Diketahui juga berbagai zat kimia yang bersifat karsinogenik (menimbulkan kanker) seperti asbestos, benzene, krom, nikel, vinyl klorida, berefek teratogen (mengakibatkan kelainan janin) mutagen (menimbulkan mutasi atau perubahan genetic).
7.      Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Bahan Kimia
Mengingat bahaya bahan kimia di tempat kerja diperlukan pencegahan dan pengendaliam yang prinsip penerapannya sesuai Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja berupa “Hierarchi of Control” yakni :
Eliminasi, Substitusi, Pengendalian teknis, Pengendalian administrative dan Alat Pelindung Diri. Sedangkan pada pekerja dilakukan pengujian atau pemantauan kesehatan, higiene perorangan, pengujian atau pemantauan biodemik disertai pelatihan tentang bahaya bahan kimia.
·                  Pemantauan biodemik
Pemantauan biodemik dilakukan untuk mendeteksi kelainan fungsi organ tubuh atau penyakit akibat kerja. Melalui pemeriksaan urin dapat dideteksi absorpsi bahan beracun dan aktivitas enzim yang mungkin dipengaruhi oleh bahan beracun. Pemantauan biodemik akan memberi gambaran yang lebih dapat dipercaya daripada pengukuran kadar bahan kimia di udara. Keuntungan lain adalah mampu memperhitungkan absorpsi zat kimia melalui kulit dan saluran cerna, pengaruh beban kerja dan pemajanan diluar tempat kerja serta mengidentifikasi pekerja yang rentan.
B.     PENYAKIT AKIBAT KERJA
1.            Pengertian
Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Occupational Diseases) adalah penyakit yang disebabkan oleh  pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per. 01/Men/1981) yang akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total.Cacat Sebagian adalah hilangnya atau tidak fungsinya sebagian anggota tubuh tenaga kerja untuk selama-lamanya. Sedangkan Cacat Total adalah keadaan tenaga kerja tiadak mampu bekerja sama sekali untuk selama-lamanya
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Work Related Diseases) yaitu penyakit yang dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Penyakit ini disebabkan secara tidak langsung oleh pekerjaan dan biasanya penyebabnya adalah berbagai jenis faktor.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja.
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
a.       Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b.      Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
c.       Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

2.      Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
e)               Faktor Fisik
a.    Suara tinggi/bising : menyebabkan ketulian
b.    Temperatur/suhu tinggi : menyebabkan Hyperpireksi, Milliaria, heat Cramp, Heat Exhaustion, Heat Stroke.
c.    Radiasi sinar elektromagnetik : infra merah menyebabkan katarak, ultraviolet menyebabkan konjungtivitis, radioaktrif/alfa/beta/gama/X menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia.
d.    Tekanan udara tinggi : menyebabkan Coison Disease
e.    Getaran :menyebabkan Reynaud’s Disease, Gangguan proses metabolisme, Polineurutis.
f)       Faktor Kimia
a.    Asal : bahan baku,  bahan tambahan, hasil antara, hasil samping, hasil (produk), sisa produksi atau bahan buangan.
b.    Bentuk : zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.
c.    Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit dan mukosa
d.    Masuknya dapat secara akut dan secara kronis
e.    Efek terhadap tubuh : iritasi, alergi, korosif, Asphyxia, keracunan sistemik, kanker, kerusakan/kelainan janin, pneumoconiosis, efek bius (narkose), Pengaruh genetic.
g)      Faktor  Biologi
a.     Berasal dari : virus, bakteri, parasit, jamur, serangga, binatang buas, dll
h)      Faktor Ergonomi/fisiologi
a.     Akibat : cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, Kontruksi salah.
b.    Efek terhadap tubuh : kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan bentuk, dislokasi.                                                          
i)        Golongan mental Psikologi
a.    Akibat : suasana kerja monoton dan tidak nyaman, hubungan kerja kurang baik, upah kerja kurang, terpencil, tak sesuai bakat.
b.    Manifestasinya berupa stress.
3.      Tata Cara Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
a)      Permennaker No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor PAK.
b)       Pasal 2 (a) : pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Bina lindung Tenaga Kerja setempat.
c)       Pasal 3 (a) : Laporan dilakukan dalam waktu paling lama 2 kali 24 jam setelah penyakit dibuat diagnosa.
d)     Kepmannaker No. Kepts. 333/Men/1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan PAK
e)       Pasal 3 (3) : setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter pemriksa maka wajib membuat laporan medik.
f)       Pasal 4 (a) :PAK harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerjayang bersangkutan selambat-lambatnya 2 kali 24 jam kepada Kanwil Depnaker melalui Kantor Depnaker.
g)      Pasal 4 (b) : Untuk melaporkan PAK harus menggunakan bentuk B2/F5, B3/F6, B8/F7.
4.      Penyakit-Penyakit Akibat Kerja
Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:
a.       Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus. Kronis, missal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
b.      Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka atau karena faktor lain.
c.       Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.
d.      Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.\

e.       Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
f.       Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.
g.      Penyakit Liver
Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
h.      Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
i.        Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan. Sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis: parfum, derivate petroleum, rokok.
5.      Diagnosa Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:
a.       Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
b.      Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a)      Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis
b)      Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c)      Bahan yang diproduksi
d)     Materi (bahan baku) yang digunakan
e)      Jumlah pajanannya
f)       Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g)      Pola waktu terjadinya gejala
h)      Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
i)        Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
c.       Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
d.      Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e.       Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
f.       Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g.      Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.

6.      Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap pekerjaannya.
Kewaspadaan tersebut bisa berupa :
a.       Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
b.      Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
c.       Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga        kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.
j)        Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:
a.       Pakailah APD secara benar dan teratur
b.      Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
c.       Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:
·         Pencegahan Primer – Health Promotion
a)      Perilaku Kesehatan
b)      Faktor bahaya di tempat kerja
c)      Perilaku kerja yang baik
d)     Olahraga
e)      Gizi seimbang
·         Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
a)      Pengendalian melalui perundang-undangan
b)      Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
c)      Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD)
d)     Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
·         Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment
a)      Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
b)      Pemeriksaan kesehatan berkala
c)      Surveilan
d)     Pemeriksaan lingkungan secara berkala
e)      Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
f)       Pengendalian segera di tempat kerja
Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu. Kepedulian dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang. Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit.
7.      Pemeriksaan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja
a.       Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang di tunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
b.      Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indkasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) pentinguntu mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Toksikologi industri adalah cabang ilmu dalam Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempelajari efek bahaya zat kimia pada sistem biologi. Kajian tokskologi meliputi: studi quantitatif tentang efek bahaya zat kimia dan zat fisika, sifat dan aksinya racun, dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan pada manusia dan hewan. penggunaan bahan kimia ini disamping menghasilkan produk yang bermanfaat tetapi juga memberikan dampak bagi kesehatan manusia. Bahan kimia merupakan permasalahan besar bagi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Di beberapa negara, pembuangan bahan kimia memberikan konsekwensi serius bagi tenaga kerja dan masyarakat maupun lingkungan.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja.

B.           Saran
1.      Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk memahami tentang penyakit akibat kerja dan penatalaksanaan pada pasien akibat kecelakaa kerja agar nantinya dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat.
2.      Bagi Institusi
Diharapkan untuk memberikan penanganan dan pengetahuan tentang penyakit akibat kecelakaan kerja. Serta terus meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien.
3.      Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang penyakit akibat kecelakaan kerja agar lebih waspada.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, R. Darmanto.1999. Kesehatan Kerja Di Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Praya, abi.  2008. Penyakit Akibat Kerja. http://safety4abipraya.wordpress.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 19.14 WIB
Suyono, Joko.1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC
<no name> 2008. Penyakit Akibat Kerja. http://www.freewebs.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 19.34 WIB
<no name> 2009. Mengenal Penyakit Akibat Kerja. http://hanscoy.blogspot.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 18.34 WIB
<no name> 2010. Penyakit Akibat Kerja. http://www.tempointeraktif.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 18.44 WIB
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI. 2007.
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2015.